![]() ![]()
Monday, 09.04.2007 21:32
Sindrom Kekerasan IPDN (IPDN Violence Syndrome)IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) adalah nama baru dari STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri). Sekolah ini adalah sekolah kedinasan yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri untuk mendidik calon-calon aparat pemerintahan di Indonesia. Kematian Wahyu Hidayat pada tahun 2003, telah membuka kebobrokan suatu sistem dan budaya “pembinaan” yang telah ada semenjak STPDN berdiri. Apalagi setelah beberapa adegan kebrutalan tersebut ditayangkan oleh beberapa media massa sehingga menimbulkan gejolak kemarahan masyarakat terhadap STPDN pada waktu itu. Kini sistem dan budaya pembinaan tersebut kembali memakan korban jiwa seorang praja yang bernama Cliff Muntu. Masyarakat seakan mengalami dejavu dari peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Perubahan nama STPDN menjadi IPDN terbukti bukan langkah yang tepat untuk menghilangkan budaya kekerasan yang telah berakar kuat dan mendarah daging dalam setiap insan civitas akademik kampus tersebut. Ilustrasi dari blog ini sangat tepat mencerminkan keadaan IPDN sekarang ini. Menurut hemat saya, apa yang dikemukakan oleh Inu Kencana Syafei telah menunjukkan betapa buruknya sistem pendidikan dan pembinaan di sekolah tersebut. STPDN/IPDN selama bertahun-tahun telah membuat suatu sistem pendidikan yang memelihara budaya kekerasan senioritas terhadap junioritas dengan dalih pembinaan. Sistem tersebut pada akhirnya menciptakan pribadi-pribadi yang “sakit jiwa” dengan menunjukkan gejala-gejala khusus, sebagai berikut : 1. Adanya waham super-power yaitu keyakinan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi dilihat dari senioritas. Waham ini biasanya mulai muncul ketika praja mulai memiliki adek kelas, mulai mendapat hak untuk dihormati, dan juga hak untuk memberikan hukuman pada adek kelas. Waham ini akan membuat orang selalu haus penghormatan dan kekuasaan, menganggap dirinya adalah pemegang peraturan dan juga bisa jadi menjadi hukum itu sendiri demi menjaga perasaan berkuasa yang terus ada dalam pikirannya. Mereka merasa bertanggung jawab penuh terhadap penegakan peraturan dalam sistem tersebut. 2. Waham superior vs inferior (hukum rimba), yaitu keyakinan berlebihan bahwa dirinya harus kuat agar dapat bertahan. Waham ini dipelihara oleh suatu sistem baik melalui indokrinasi maupun dengan cara yang lain. Sebelum memasuki IPDN, seseorang harus berjuang untuk lolos seleksi dalam serangkaian tes, orang yang bodoh atau lemah tentunya akan tersisih dan ini disebut dengan seleksi alam. Demikian halnya juga ketika menempuh pendidikan di IPDN, mereka yang lemah akan tersisih dan keluar dari sistem. Waham hukum rimba ini membuat praja-praja IPDN menerima pembinaan sebagai suatu cara untuk bertahan dalam sistem tersebut. Mereka juga malu untuk melaporkan pembinaan yang berlebihan karena hal itu akan menunjukkan kelemahan mereka (inferioritas). 3. Kedua waham tersebut pada akhirnya memunculkan waham kebesaran dan kebanggaan (delusion of grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya memiliki kekuasaan dan kekuatan luar biasa (berbeda dengan orang kebanyakan). Mereka membanggakan diri jika berhasil melewati berbagai macam pembinaan. Bahkan mereka bangga jika mengetahui bahwa mereka tahan pukul meski tulang dadanya retak, ulu hatinya memar, ataupun tanda-tanda penganiayaan fisik lainnya. Kebanggaan ini pada akhirnya membuat para praja merasa diri eksklusif, berbeda dengan orang kebanyakan dan tidak mau membaur. Kebanggaan menjadi senior akan memunculkan waham super-power dengan waham hukum rimba sebagai acuan berperilakunya. Ketiga waham ini menjadi suatu lingkaran setan yang terus berputar, apalagi tujuan pendidikan di IPDN yaitu menciptakan pejabat pemerintahan yang memiliki kekuasaan, merupakan lingkungan pendukung yang kuat bagi tumbuhnya ketiga waham tersebut. 4. Perilaku kekerasan pada dasarnya adalah perilaku insting primitif manusia untuk bertahan hidup dan menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Lingkaran setan waham-waham tersebut pada akhirnya menimbulkan perilaku kekerasan, baik sebagai unjuk kekuatan dan kekuasaan maupun sebagai saluran ekspresi emosi terpendam (balas dendam). Keras lemahnya pukulan menunjukkan kehebatan dan kekuasaannya, demikian pula dengan banyaknya pukulan yang diterima. Itulah Sindrom Kekerasan IPDN (IPDN Violence Syndrome), sindrom ini tidak hanya terjadi pada IPDN namun potensial terjadi pada sekolah-sekolah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Penerapan disiplin semi-militer
Budaya kekerasan senioritas-junioritas memang berpotensi muncul di sekolah-sekolah dengan ciri-ciri yang telah saya sebutkan di atas. Oleh karena itu langkah-langkah untuk menghilangkan budaya kekerasan senioritas tentunya mengacu pada penghilangan ciri-ciri potensial lingkungan pendukung dari sistem tersebut. Menurut saya, budaya kekerasan yang terstruktur dan melembaga seperti di IPDN sangat sulit dihilangkan dan hanya dapat dicegah atau diminimalisir kesempatannya. Dalam kasus IPDN beberapa langkah fundamental yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bubarkan Sistem Pendidikan dan Pembinaan IPDN !!! Pembubaran suatu sistem adalah jalan terbaik, namun demikian langkah ini tetap tidak bisa menghilangkan sindrom IPDN begitu saja. Perlu suatu rehabilitas mental dan intervensi sistem yang meruntuhkan waham-waham yang melekat kuat. Dengan demikian pembubaran yang saya maksud bukanlah pembubaran lembaga pendidikan, namun lebih ditekankan pada perombakan total sistem pendidikan yaitu dengan mengganti rektor, dan menyeleksi kembali pengajar dan pengasuhnya. Langkah selanjutnya adalah mengganti sistem pendidikan yang mengarah pada rehabilitasi mental para praja. 2. Pembentukan Sistem Rehabilitasi Praja IPDN - Memisahkan tempat studi menurut tingkatan praja. Misalnya praja tingkat satu di kota A, praja tingkat dua di kota B, dan praja tingkat tiga di kota C. Namun jika langkah ini dirasa sulit, sebaiknya fokus pada pembauran tingkatan praja yaitu meniadakan sistem tingkatan/pangkat seperti halnya di universitas pada umumnya. - Mengirimkan mereka KKN di masyarakat, Live In di pedesaan, ataupun penugasan mereka menjadi orang-orang kecil sebelum mereka menjadi pejabat agar mereka dapat hidup membaur dengan seluruh lapisan masyarakat. - Tindakan tegas dengan mengeluarkan praja yang terbukti melakukan kekerasan dan tindakan kriminal lainnya tanpa pandang bulu. Hal ini akan menjadi shock therapy bagi praja yang lainnya untuk menghindari tindakan kekerasan. - Penerapan disiplin militer dalam batas-batas kewajaran, dan hanya diberikan oleh pengajar ataupun petugas penegak disiplin yang ditunjuk. Tentunya kualitas psikologis petugas penegak disiplin harus diperhatikan dengan baik. - Peniadaan semua hukuman fisik dan menggantinya dengan sistem poin (rewards) yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk mencapai kelulusan. Menurut teori Thorndike, dan Skinner hukuman tidak efektif untuk membentuk perilaku, namun hanya efektif untuk mengurangi perilaku dilakukan. Sistem pendidikan adalah tulang punggung suatu bangsa dalam membangun karakter intelektual manusia-manusia Indonesia yang tangguh. Sistem pendidikan yang penuh kekerasan hanyalah menciptakan robot-robot tangguh namun berotak dengkul yang siap pukul dan memukul. Manusia yang tangguh bukan dilihat dari ketangguhan tahan pukul dan memukul, tapi ketangguhan untuk menjadi manusia-manusia cerdas yang kritis dalam berpikir dan mengutamakan hati nurani dalam bertindak. **Waham menurut KBBI Balai Pustaka 1989 adalah keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata, serta dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika; sangka; curiga. Tags: indonesia, kekerasan, pendidikan, psikologi, sindrom
Mood : 28 Responses :
1. April 10th, 2007 at 8:15 kai Says: weww…. emang bener tuh mas. para raka memang rajin membina para praja nya :D 2. April 10th, 2007 at 19:03 zam Says: penuh dengan istilah psikologi.. intinya, kalo saya: CARI DAN HUKUM PELAKUNYA!! kalo cuma dibubarkan, bisa jadi para pelaku malah semakin menjadi-jadi dan tidak dapat dikontrol.. mending dilokalisir saja, di IPDN (institut Pembunuhan Dalam Negeri) ibarat mengejar tikus. tak perlu kita membakar lumbung.. yang penting, itu PELAKU HARUS DIHUKUM!!! masalah IPDN dibubarkan atau tidak, bisa dipikirkan nanti.. 3. April 10th, 2007 at 21:05 Feri Koto Says: jangan salah boss, Sekolah di IPDN atawa STPDN setelah tamat lo sama ama pegawe laen. mesti mulai dari bawah. belon tentu lo yang senior bakal lebih tinggi pangkat atawa jabatan lo dari junior lo dulu, bisa aja yang dulunya junior lo jadi atasan lo.., kaga percaya??? di kampung gw ada angkatan 1 STPDN atasannya angkatan 7 gile ngga?? jauh amat khan?? 4. April 10th, 2007 at 22:56 ekowanz Says: whuaaa….telisikan dari sudut pandang psikologi yah :) bagus2…kusimpan dulu yah :D 5. April 11th, 2007 at 7:25 kunderemp Says: KELIMAAAXXXX….. bercanda… hehehehe Tulisan yang bagus… 7. April 11th, 2007 at 13:39 yoan Says: eh…kenz tuh KBBI ga akurat tahu :p masa tahunnya aja tahun 1989….udah ga valid lagi tuh data n pengertian wahamnya *kabur sebelum di golok kenz…….kekekekeke* 8. April 12th, 2007 at 20:03 Kang Nganu Says: BOBROK…!!! SEKALI LAGI BOBROK….!!! Pantas negara ini penuh dengan KORUPTOR & PREMAN BERDASI, ternyata Pabrik Pencetaknya di Institusi Pemerintah Dekat Neraka (IPDN) ! Jahanam kau pembunuh!!! 9. April 12th, 2007 at 20:38 mysyam Says: wow.. analisis yang bagus. 10. April 13th, 2007 at 15:07 ai Says: berkata emang gampang, geraknya yang susah. 11. April 18th, 2007 at 11:42 Yoyok Says: SELAMAT BUAT IPDN. sudah membunuh orang’ wahyu hidayat’ yang penting hati-hati aja jika ketemu ama, biar aman kalau mau urus KTP sediain aja uang recehan, 12. April 20th, 2007 at 16:14 Ade Says: Gud..gud.. tp kasian yah yg sekolah di IPDN??Tp koq tmn2 yg uda lulus pd ga mo cerita kekerasan di sana yah..?? Kebanyakan cm cerita senang2ny aja… MaLu ato TaKuT??!!! 13. May 19th, 2007 at 16:41 sumanto Says: kritik yang bijaksana adalah kritik yang bersifat membangun dan tidak menyudutkan fihak yang di kritik. 14. May 28th, 2007 at 17:23 Doni Says: Setuju tuk IPDN tidak dibubarkan. Hukum pelakunya saja. IPDN tidak mencetak calon bandit seperti yang dikatakan oleh tema-teman. IPDN adalah calon-calon presiden abad mendatang. Kalau dibubarkan nanti susah lagi cari orang-orang terbaik seperti yang telah di didik di lembah Manglayang ini. Ada masalah seperti kekerasan di IPDN, jangan selesaikan dengan menggunakan lutut seperti mahasiswa lain yang nanti mebgenis pekerjaan. IPDN is the best in our country. No more…oke! 15. May 31st, 2007 at 15:38 hardy Says: pembubaran adalah solusi yang dimbil oleh masyarakat karena emosi karena pemberitaan di berbagai media yang terlalu berlebihan dalam menayangkan hal buruk tentang IPDN. banyak makna filosofis yang ada didalam IPDN yang masyarakat belum ketahui. apa makna rasa KORSA, makna PEMBAYATAN, apa makna praja harus memakai SERAGAM,dll.padahal klo dilihat dari segi positifnya,IPDN telah banyak melakukan sesuatu untuk negara ini. IPDN adalah satu-satunya sekolah yang menjadi perekat bangsa Indonesia dari setiap suku diIndonesia. IPDN melahirkan seorang kader yang harus mempertahankan negara ini jika TNI dan POLRI sudah tidak bisa melaksanakan tugasnya yaitu sebagai tugas pertahanan sipil. IPDN telah membantu desa-desa dalam membenahi pemerintahan, contohnya baru-baru ini telah membantu pemerintah desa dalam membuat RPJMDes di kabupaten sumedang selama 2 tahun. anda juga tidak tahu setelah adegan PUKUL-PUKUL, ada makan-makan dan tertawa bersama, senior dan junior tanpa ada rasa dendam. walaupun keadaan IPDN masih seperti sekarang,saya sebagai bagian dari sistem tersebut harus merelakan pola senior dan junior harus berubah demi IPDN tetap menjadi sekolah kedinasan di bawah naungan Departemen Dalam Negeri. BHINEKA NARA EKA BAKTI!! 16. June 17th, 2007 at 6:00 widya Says: emange hidup orang itu gak berharga apa? mendingikut sekolah pembunuhan massal aja sekalian… masa calon petinggi pembunuh… dari pada gitu ikut TIENS aja, log in with :91200794 y 17. June 18th, 2007 at 16:26 Unggulux Says: Buat DONI, apa hubungannya IPDN sama PRESIDEN ??? ANeh bin Ajaib.. kecuali jaman 1 partai kayak Orba ya bisa aja. la wong IPDN nyetak Pamong praja yang artinya abdi negara kagak boleh politik kaleee…. Doni Says : Setuju tuk IPDN tidak dibubarkan. Hukum pelakunya saja. IPDN tidak mencetak calon bandit seperti yang dikatakan oleh tema-teman. IPDN adalah calon-calon presiden abad mendatang. Kalau dibubarkan nanti susah lagi cari orang-orang terbaik seperti yang telah di didik di lembah Manglayang ini. Ada masalah seperti kekerasan di IPDN, jangan selesaikan dengan menggunakan lutut seperti mahasiswa lain yang nanti mebgenis pekerjaan. IPDN is the best in our country. No moreā¦oke! 18. July 15th, 2007 at 1:57 Praja Says: kepada seluruh masyarakat indonesia saya mewakili teman2 praja memohon maaf atas meninggalnya saudara kami wahyu hidayat dan clift muntu. terimakasih kepada seluruh masyarakat atas dukungan dan do’anya 19. January 7th, 2008 at 15:42 yeriansyah Says: gw alumni mahasiswa uniga malang gw pernah duduk di ke bye 20. March 3rd, 2008 at 14:33 vero manis Says: anjing banget deh ipdn mah… 21. June 16th, 2008 at 19:04 anak kecil Says: mmm….sy bkn ank ipdn n sy tmsk yg gak stju ma cara hajar mnghajar yg tjdi d ipdn.tp pcya gak pcya, anak ipdn nya sndr mayoritas gak kbrtan tuh dhajar gt coz mrk smwa sblmnya dh dlatih scra fisik n mnrt mreka dhajar sgitu tuh gak seberapa. n slaen itu, didikan senioritas mrk nantinya bkl brguna d lingkungan kerja,apapun perintah atasan bakal mreka jalanin krn mrk cm tau satu jawaban, yaitu SIAP… 22. August 26th, 2008 at 20:18 baiq novianti Says: Assalamu’alaikum…… 23. October 27th, 2008 at 16:45 ana Says: Menanggapi yang mengatakan tiada kampus tanpa kekerasan, Setahuku ketika kuliah di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogya, dijamin tanpa kekerasan..justru mempelopori OSPEK tanpa kekerasan dan bentakan. 24. December 11th, 2008 at 9:10 anto Says: IPDN ya sudah lah tidak perlu dihujat seperti itu, 25. May 15th, 2009 at 9:15 jony Says: IPDN skarang ini memang sudah bobrok, sudah tidak memiliki mutu pendidikan. rektor yang tidak bisa mengambil keputusan, peraturan-peraturan yang tidak jelas, bnyaknya penganiayaan, senior-senior yang bergaya seperti penjagal. 26. May 15th, 2009 at 9:21 kunyuk Says: IPDN bukan sekolah tapi arena adu kekuatan antar senior dan junior. 28. February 1st, 2011 at 6:56 dede Says: apa bisa budaya yang udah ada sekian lama dapat hilang begitu saja.??? kadang rasa takut sungguh menghantui aku. kenapa orang yang sangat aku sayangi, harus masuk di sekolah yang kejam itu??? ;(
Leave a Reply
![]() ![]() | ![]() ![]() ![]() Live in JOGJA [IDX0058] - INDONESIA, interested in study about human behavior, enjoy some activities like coding, hiking in the mountains, surfing on the net, and listening 'hanging'.
Categories Jangan Asal Copy Paste, Blog Juga Hasil Karya Cipta. Bloglines Feedburner Get KlipFolio Get Firefox Get Opera Valid XHTML ![]() ![]() ![]() 25q. 0.131s. Powered by WordPress © 2006 All rights reserved. |